Arsitektur Tradisional Batak Toba

Rumah adat batak
Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera Utara. Rumah ini terbagi atas dua bagian yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan adalah tempat penyimpanan barang, tempat ini juga terkadang dipakai sebagai tempat untuk pembicaraan terkait dengan hal-hal adat.  Jabu bolon adalah rumah keluarga besar, Rumah ini tidak memiliki sekat atau kamar sehingga keluarga tinggal dan tidur bersama. Rumah Balai Batak Toba juga dikenal sebagai Rumah Bolon. Bagi masyarakat Batak, rumah ini tampak seperti seekor kerbau yang sedang berdiri. Pembangunan rumah adat suku Batak ini dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat batak. Rumah ini berbentuk seperti rumah panggung yang disangga oleh beberapa tiang penyangga. Tiang penyangga rumah biasanya terbuat dari kayu. Rumah Balai Batak Toba mempunyai bahan dasar dari kayu. Menurut kepercayaan masyarakat Batak, rumah ini terbagi ke dalam tiga bagian yang mencerminkan dunia atau dimensi yang berbeda-beda. Bagian pertama yaitu atap rumah yang diyakini mencerminkan dunia para dewa, bagian kedua yaitu lantai rumah yang diyakini mencerminkan dunia manusia. Bagian yang ketiga adalah bagian bawah rumah atau kolong rumah yang mencerminkan dunia kematian.

Suku bangsa Batak mendiami daerah dataran tinggi Karo, Dairi, Toba, Humbang, Barus, Angkola dan Mandailing. Wilayah ini dikenal dengan nama Tapian Nauli (Tapanuli). Karena kondisi geografis daerahnya yang bergunung-gunung menyebabkan suku Batak terbagi atas 6 anak suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Setiap suku memiliki seni arsitektur yang menarik.

A. Kajian Pertapakan
Suku Batak Toba bertempat tinggal di sekitar pulau Samosir dan pinggiran Danau Toba dari Prapat sampai Balige. Di sebelah timur danau dibatasi perbukitan danguriung-gunung berdiam suku Batak Simalungun. Suku Batak Karo berada di ujung utara danau dipisahkan deretan perbukitan. Di sebelah barat danau bermukim suku Batak Pakpak. Suku Batak Mandailing menempati wilayah selatan berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat. Sedangkan suku Batak Angkola mendiami daerah Tapanuli Selatan, dekat perbatasan Riau. Setiap anak suku memiliki langgam seni bangunan (arsitektur) yang unik dan indah. Sayangnya tidak banyak lagi yang tersisa dari bangunan tradisional di tanah Tapanuli, terutama seni arsitektur dari Batak Pakpak dan Batak Angkola. Perwuju dan arsitektur tradisional Batak Simalungun masih dapat disaksikan di desa Pematang Purba, yaitu bekas kerajaan Simalungun. Sedangkan wujud arsitektur Batak Mandailing tersisa didesa-desa Hutagodang, Penyabungan, Pakantan, dan Busortolang. Hutagodang dan Pakantan adalah kampung raja-raja Mandailing, di mana terdapat rumah pria, rumah wanita dan lumbung. Langgam arsitekturnya bercirikan peralihan bentuk atap rumah Batak dan rumah Minangkabau, Dewasa ini yang masih banyak ditemui adalah wujudarsitektur tradisional dan Batak Toba dan Batak Karo.

Pola perkampungan suku Batak Toba


Perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tataruang lingkungan dengan komunitas yang utuh dan mantap. Desanya disebut lumban/huta yang dilengkapi 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatan huta. Sekeliling kampong dipagar batu setinggi 2.00 m, yang disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang. Itu sebabnya bentuk kampungnya menyerupai benteng, Huta masih dapat disaksikan di Kabupaten Tapanuli Utara di desa-desa Tomok, Ambarita, Silaen, dan Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa tersebut merupakan daya tarik wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan.

Makna dan Simbolisme

Pola penataan desa atau lumban/huta terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan mengacu pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi tempat penyimpanan makanan. Dalam hal ini,menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka.

Penafsiran 

Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan duagerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Jika kita mengamati peta perkampungan

Batak, maka dapat kita ketahui terdapat beragam suku Batak, dengan lokasi yang berdekatan. Oleh karena itu, pola penataan lumban berbentuk lebih menyerupai sebuah benteng dari pada sebuah desa.Pada penataan bangunan yang sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu berhadapan dengan ruma. Hal ini menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh bertani, dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya. Di dalam lumban, terdapat beberapa ruma dan sopo yang tertata secara linear. Beberapa ruma tersebut menunjukkan bahwa ikatan keluarga yang dikenal dengan extended family dapat kita ketemukan dalam masyarakat Batak Toba.

B. Kajian Perangkaan

Rumah adat batak toba
Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak disebut pande. Seperti rumah tradisional lain, rumah adat Batak merupakan mikro kosmos perlambang makro kosmos yang terbagi alas 3 bagian atau tritunggal banua, yakni banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banua ginjang (singa dilangit )untuk atap rumah.

Arsitektur Batak Toba terdiri atas ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan. Ruma dansopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta. Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang menjadi hak anak bungsu.


Rumah Batak berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 2 kali lebarnya. Tinggi bangunan mulai dari batu fondasi sampai ke puncak atapnya (ulu paung) sekitar 13,00 m. Rumah panggung dengan konstruksi kayu ini berdiri di atas tiang-tiang yang diletakkan di atas batu ojahan (fondasi).
Tiang-tiang rumah terdiri atas tiang panjang(basiha rea) dan tiangpendek (basi pandak). Bentuknya bulat berdiameter 50-70cm, sehingga terkesan sangat kokoh. Tiang-tiang muka dan belakang dihubungkan oleh 4 barispapan tebal, disebut tustus parbarat atau pangaruhut ni banua (pengikat benua). Tiang-tiang kanan dan kiri diikat oleh 4 baris papan tebal, disebut tustus ganjang atau pangaruhut ni portibi (pengikat dunia tengah). Bagian atas tiang-tiangnya dihubungkan oleh balok ransang yang diikat dengan solang-solang. Atap yang tinggi besar merupakan unsur paling dominan dari keseluruhan bangunan. Konstruksi atapnya dari kayu dan bambu dengan penutup atap dari ijuk.

Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Lantai rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil.

Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agartidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati sipemilik rumah. Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruang dalamnya terbagi menurut struktur adat Dalihan Natolu, yakni sistem kekerabatan suku Batak Toba. Karena itu ruma terbagi atas jabu soding, jabu bona, jabo tonga-tonga, jabu sukat, jabu tampar piring, dan jamhur. Jabu bona dan jabu tampar piring di sisi kanan, sedang jabu soding dan jabu sukat di sisi kiri.Dekat pintu terletak jamhur, sedang dapur di antara jabu tonga-tonga, jabu bona, dan jabu soding. Setiap jabu mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Jabu bona berfungsi sebagai tempat tinggal pemilik rumadan tempat menerima upacara adat.

Jabu tampar piring tempat saudara pria pihak istri (hula-hula) serta tempat duduk anggi nipartibi (semarga yang bungsu). Jabu soding adalah tempat anak gadis pemilik rumah dan tempat upacara adat. Jabu sukat untuk tempat tinggal anak laki-laki pemilik ruma serta tempat duduk para boru. Sedangkan jabu tonga-tonga untuk tempat berkumpul seisirumah.

lumbung sopo
Bangunan lumbung (sopo) dibangun berhadapan dengan ruma. Sopo dibedakan menurut jumlah tiangnya, yaitu antara 4 sampai 12 tiang. Soposiopat bertiang 14, Sopo sionam bertiang 6, sopo siualu bertiang 8 dan sopo bolon bertiang 12. Sopo bolonmasih dapat dilihat di desa Lumban Nabolon, Tapanuli Utara. Sopo juga merupakam bangunan panggungyang melambangkan tri-tunggal banua. Bagian kolongnya tempat ternak, bagian tengah tempat menenun dan bersantai, sedang bagian atasnya tempat menyimpan padi. Tiang-tiang sopo berdiri di atas batu ojahan, berbentuk bulat dengan diameter 20 cm dibawah dan 40 cm di atas. Selain tiang utama terdapat tiang-dang pembantu berbentuk bulat berdiameter 20cm. Seluruh tiang diikat oleh 4 balok ransang pada tiapsisinya. Bagian atas tiang dihubungkan oleh balok galapang. Di atas balok galapang terletak sumban dan di atas sumban terdapat gulang-gulang.

Pada bangunan ruma, terbagi dalam tiga bagian atau tritunggal banua, yakni banuatongga (bawah bumi) untuk kaki rumah, banua tonga (dunia) untuk badan rumah, banuaginjang (singa dilangit) untuk atap rumah. Hal ini menunjukkan kepatuhan masyarakat tradisional Batak, dalam menghargai keberadaan dirinya sebagai mikro kosmos di tengah lingkungan alam (makro kosmos) yang sudah ada. Bentuk dan posisi perletakan bolon dalam rumah Batak Toba yang menyerupai ruma, menunjukkan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh masyarakat Batak Toba terhadap hasil alam, sebagai sumber kehidupan.Dalam Ruma, terdapat beberapa keluarga yang tinggal di dalamnya, akan tetapi tidak terdapat sekat yang jelas di dalamnya, karena lebih menyerupai ruang yang terbuka.Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba yang sangat patuh terhadap adat yang mengaturnya, sehingga tidak diperlukan suatu wujud aturan secara fisik, karena moralitas mereka masih mengakui kekuatan dan kebenaran adat yang mereka yakini.

Penafsiran 

Rumah tradisional Batak Toba senantiasa dirancang untuk pola kehidupan kolektif, yang mampu menampung 4–8 keluarga. Perkembangan peradaban dan kehidupan masyarakat, telah mempengaruhi berbagai perubahan yang terdapat di dalamnya,termasuk pemanfaatan ruang pada rumah tradisional. Pergeseran nilai-nilai sosial tersebut juga akan mempengaruhi bentuk dan pola arsitekturnya.Suku Batak memiliki sistem kekerabatan yang sangat baik. Hal itu sangatdiperlukan untuk melangsungkan dan memelihara adat istiadat, termasuk rumah tradisional. Kebiasaan merantau yang banyak dijumpai pada masyarakat Batak, dapat memperburuk serta mempengaruhi keberlangsungan adat istiadat. Bentuk Lumban (desa) yang terdiri dari beberapa ruma dan bolon yang tertata secara rapi dan berjajar, dapat menjadi sebagai salah satu upaya keberlangsungan budaya. Tatanan kehidupan kolektif di daerah pedesaan merupakan suatu benteng bagi keberlangsungan desa-desa tradisional beserta arsitekturnya. Konservasi arsitektur bukan hanya melestarikan seni budaya peninggalan nenek moyang, akan tetapui bagaimana kita dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sudah banyak nilai-nilai luhur yang telah kita tinggalkan dengan alasan modernisasi, yang pada akhirnya hanya akan membawa kita pada suatu krisis dan kehancuran.

sampai di sini dulu ya postingannya, untuk melanjutkan membaca artiketnya silahkan KLIK


Thanks for reading Arsitektur Tradisional Batak Toba

Newest
Next »
Next Post »

0 komentar:

Post a Comment